Sabtu, 12 Juli 2025

Semua Milik Allah

 


 Semua Milik Allah, Semua Hanya Titipan, Kita Hanya Singgah

 

Dokumentasi: Halaqah Qasim Bin Abi Ayyub Al Asadi


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 

Segala puji bagi Allah, Raja segala raja, Pemilik seluruh alam, tempat kita bergantung dalam suka dan duka. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, utusan yang menunjukkan bagaimana hidup sebagai hamba yang tunduk sepenuhnya kepada Sang Raja Semesta.


وَلِلَّهِ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌ

(QS. Ali ‘Imran: 189)

"Dan hanya milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."

 

QS Ali ‘Imran: 189 bukan hanya kalimat pengakuan iman. Ini adalah tamparan lembut untuk siapa pun yang merasa memiliki, merasa berkuasa, merasa paling mengatur hidupnya sendiri.

 

“Dan hanya milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi…”

 

Kalimat ini seharusnya membuat kita menunduk dalam-dalam.

Kita sering lupa, bahwa rumah yang kita bangun, harta yang kita simpan, jabatan yang kita pegang, bahkan tubuh yang kita kenakan hari-hari ini semua itu bukan milik kita.

Kita hanya penumpang, pengelola sementara, tamu yang akan dipanggil pulang.

 

Kisah Umar bin Abdul Aziz suatu hari menangis di atas sajadahnya. Ketika ditanya mengapa ia menangis, padahal baru saja diangkat sebagai khalifah, ia menjawab:

“Bagaimana mungkin aku tenang, jika aku tahu semua kekuasaan ini bukan milikku, dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Pemiliknya yang sebenarnya, Allah?”

Ia sadar, meskipun di mata manusia ia adalah raja, di hadapan Allah ia hanyalah hamba yang memikul amanah, bukan kemewahan.

 

Refleksi diri dari kisah ini mengapa kita sering lupa? Karena dunia ini membius.

Kita merasa kita yang mengatur waktu.

Kita merasa kita yang mengatur rezeki.

Kita merasa kita yang mengatur jalan hidup.

Padahal semua ada dalam genggaman Allah.

Anak-anak kita? Amanah dari-Nya.

Ilmu kita? Cahaya dari-Nya.

Bisnis kita? Titipan yang bisa hilang dalam sekejap.

Waktu hidup kita? Tidak satu detik pun bisa kita tambah sendiri.

Maka ayat ini hadir untuk menenangkan yang gelisah, dan mengguncang yang sombong.

Tenanglah, karena semua diatur oleh Allah yang Maha Kuasa.

Waspadalah, karena semua akan kembali kepada Allah yang Maha Menuntut Amanah.

 

Kisah Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata:

“Aku melihat dunia seperti bayangan. Semakin kau kejar, ia menjauh. Tapi ketika kau menjauhinya, ia justru mengikuti.”

Lalu ia menutup nasihatnya dengan kalimat:

“Tidak ada milik sejati kecuali milik Allah. Maka jangan terlalu cinta pada sesuatu yang pasti akan direbut kembali oleh Pemiliknya.”

 

Kisah Nabi Sulaiman AS adalah seorang nabi yang diberikan kekuasaan luar biasa oleh Allah:

Kerajaan besar, kemampuan berbicara dengan binatang, angin yang tunduk padanya, jin yang bekerja atas perintahnya.

Namun, dalam setiap kemuliaan itu, beliau tidak pernah merasa memilikinya. Dalam doanya yang masyhur, beliau berkata:

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku; sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Pemberi."

(QS. Shaad: 35)

Mengapa beliau meminta kerajaan yang unik? Bukan karena sombong, tapi karena beliau tahu kerajaan itu hanya bisa ditopang dengan izin dan pertolongan Allah.

Dan benar, Nabi Sulaiman tidak terikat oleh dunianya. Ia wafat dalam keadaan berdiri, bersandar pada tongkat, dan tidak ada satu makhluk pun yang tahu beliau sudah meninggal karena Allah menundukkan segalanya bahkan dalam wafatnya. Jadi kekuasaan Nabi Sulaiman tidak membuatnya lupa bahwa *semua yang ada padanya hanyalah titipan dari Allah yang bisa diambil kapan saja.

 

Kisah Rabi’ bin Khutsaim adalah seorang tabi’ut tabi’in yang dikenal sangat zuhud dan takut kepada Allah. Ia hidup di tengah kemewahan negeri Kufah, namun ia memilih hidup sederhana. Suatu hari seorang bangsawan datang dan berkata:

“Wahai Rabi’, engkau bisa hidup lebih baik dengan ilmumu. Mengapa engkau tidak memanfaatkan peluang untuk menjadi pemimpin atau hakim?” Rabi’ menjawab lembut:

“Apa gunanya menjadi pemimpin jika aku tidak bisa memimpin hatiku sendiri? Dunia ini bukan milikku. Ia milik Allah, dan aku hanya menumpang sebentar saja.” Dalam kesehariannya, Rabi’ bahkan sering menangis hanya dengan membaca ayat-ayat yang mengingatkan kekuasaan Allah. Ia takut tertipu oleh rasa “memiliki” sesuatu yang pada hakikatnya adalah milik Allah.  Jadi  Rabi’ mengajarkan kepada kita bahwa orang yang merasa cukup dengan Allah tidak akan tergoda mengejar dunia. Ia tahu, kekuasaan bukan kemuliaan, kecuali jika dijalani sebagai amanah.

 

Introspeksi diri:

Jika semua milik Allah, maka tak ada alasan untuk sombong.

Jika semua di tangan Allah, maka tak ada alasan untuk putus asa.

 

Ajarkan anak-anak kita untuk tidak berkata, “Ini punyaku,” tanpa menyebut, “In syaa Allah.”

Ajarkan diri kita untuk tidak merasa berhak atas apa pun, tanpa izin-Nya.

 

Dan saat musibah datang, ketika kehilangan, ketika sesuatu yang kita jaga diambil ingatlah ayat ini:

“Dan hanya milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi…”

 

“Ya Allah, ajari kami untuk menjadi hamba, bukan penguasa.

Jangan biarkan kami lupa bahwa semua milik-Mu, bukan milik kami.

Jadikan kami ridha terhadap takdir-Mu, tenang dalam kehilangan, dan bersyukur dalam kelebihan.

Ya Allah, jika kami memiliki sesuatu, maka ajari kami untuk menjaganya dalam ketaatan.

Dan jika Kau ambil sesuatu, maka kuatkan kami dengan keyakinan bahwa Engkaulah pemilik sejatinya.”

Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang sadar bahwa Engkaulah Pemilik semua. Jangan biarkan kami terikat oleh dunia yang bukan milik kami. Karuniakanlah hati yang tenang dalam kehilangan, dan rendah hati dalam kelebihan. Aamiin.

 

Mari dalami sekali lagi bahwa QS Ali ‘Imran: 189 adalah pengingat yang mendalam, kepemilikan hanyalah ilusi, dan penguasa sejati hanya satu: Allah.

 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

0 komentar:

Posting Komentar

PARMIN SUKING